Home » » KY Diminta Bentuk Satgas Kasus Agama

KY Diminta Bentuk Satgas Kasus Agama

Posted by Berita Unik

Setara Institute dan Human Rights Working Group (HRWG) meminta Komisi Yudisial (KY) untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) untuk memantau kasus-kasus yang menyangkut kebebasan berkeyakinan (beragama). Pasalnya, mereka menilai pengadilan nyaris gagal menjalankan fungsinya dalam memutus kasus-kasus yang terkait kebebasan berkeyakinan.  

Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan kasus-kasus seperti penyerangan warga kepada Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik, penyerangan Pendeta HKBP di Ciketing, penyerangan di Cisalada menunjukan independensi pengadilan tidak bisa ditegakkan. Akibatnya, tidak ada efek jera bagi pelaku karena umumnya terdakwanya divonis rendah/ringan oleh pengadilan dan signifikansi terhadap pemajuan HAM.  

“Dalam konteks ini, kita berharap KY dapat membentuk Satgas khusus yang secara reguler memantau kasus-kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan,” kata Hendardi saat beraudiensi dengan Ketua KY Prof Eman Suparman, Kamis (25/8) di gedung KY.

Hendardi mengungkapkan dalam beberapa kasus kebebasan bekeyakinan, hakim umumnya berada dalam tekenan kelompok tertentu. “Tak jarang pengadilan menjadi arena pertunjukan bagi kelompok tertentu sehingga baik hakim atau pengadilannya tidak berwibawa,” kata Hendardi.   


Manajer Program Setara Institute Ismail Hasani menegaskan efek jera sama sekali tidak ada bagi pelaku kekerasan terhadap agama. Namun, yang terjadi pelaku-pelaku atas nama agama yang keluar (bebas, red) dari pengadilan justru mereka digambarkan seolah-olah menjadi pahlawan.

“Seperti kasus Ciketing, setelah penganiayaan dan penusukan itu terjadi dan pelakunya keluar dari penjara karena hukumannya sangat ringan, mereka malah semakin besar pengaruhnya terhadap kelompok masyarakat tertentu,” kata Ismail.

Karena itu, ia meminta KY membentuk task force yang bersifat ad hoc untuk mengkaji kasus-kasus kebebasan berkekayinan agar KY juga bisa berkontribusi dalam upaya penegakan dan pemajuan kebebasan beragama. Namun, ia menyadari bahwa dalam beberapa kasus hakim atau jaksa seringkali tertekan. Seperti, kasus di Temunggung seorang hakim dilempari sepatu dan kasus di Cibinong seorang jaksa lari terpontang-panting dikejar oleh pengunjung sidang.    

“Jadi sebenarnya kasus ini bukan melulu persoalan kebebasan berkeyakinan, tetapi lebih serius dari itu yaitu terkikisnya wibawa pengadilan lantaran tekanan kelompok-kelompok radikal,” katanya.

Eman mengatakan pihaknya tak menolak untuk membentuk Satgas agar bisa berkontribusi di lingkup yang lebih luas. “Kita akan berkonstribusi di ruang-ruang lain yang terkait pengawasan hakim, seperti KY pernah mengirim surat teguran kepada Menkes dan IPB untuk menghormati dan melaksanakan putusan kasasi MA,” ujarnya mengilustrasikan. “Laporan pengaduan sangat berharga dan akan ditindaklanjuti selama 90 hari.”          

Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar menambahkan bahwa pihaknya sudah melakukan pemantauan terhadap sejumah kasus kebebasan berkeyakinan di beberapa pengadilan. “Hasil pemantauannya sedang ditelaah karena biasanya disandingkan dengan hasil analisis putusan dan data investigasi, sementara beberapa putusan, seperti kasus Cikeusik belum pegang,” kata Asep.

KY, kata Asep, telah memiliki posko pemantauan di sejumlah daerah yang bekerja sama dengan civil society. “Jika posko lebih identik dengan kedaerahan, mungkin bisa dipikirkan dalam rapat pleno Komisioner KY agar pendekatan posko lebih  bersifat tematik, bisa juga nantinya disebut Satgas,” imbuhnya.                     

Seperti diketahui, dalam kasus Cikeusik, seluruh terdakwa kasus kekerasan antara warga dengan jemaat Ahmadiyah yang berjumlah 12 orang telah dijatuhkan vonis di Pengadilan Negeri Serang, Banten.

Dari 12 pelaku, hukuman paling tinggi 6 bulan penjara dan terendah 3 bulan penjara. Dalam putusannnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Serang telah menyatakan Para Pelaku penyerangan Jemaat Ahmadiyah terbukti bersalah melakukan penghasutan, penganiayaan dan pengrusakan yang mengakibatkan luka dan rusaknya barang-barang.

source :  hukumonline.com


0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.