JAKARTA � Permasalahan kekurangan guru di Indonesia membuat Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) pusing. Terakhir, pemerintah membuat kebijakan guru bisa mengajar di beda jenjang dan beda mata pelajaran (mapel) sekaligus. Padahal, sebelumnya guru dilarang mengajar 2 mapel berbeda.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Peningkatan Mutu Pendidikan (BPSDMP dan PMP) Syawal Gultom mengatakan, harus ada penataan guru secara efektif. Karenanya, diambil keputusan mengizinkan pahlawan tanpa tanda jasa tersebut untuk mengajar di beda jenjang dan mapel. "Misalkan guru studi matematika dapat diberdayakan di fisika atau kimia. Atau guru bahasa Indonesia ke bahasa Inggris," ungkap Syawal di Jakarta.
Mantan rektor Unimed ini menjelaskan, kebijakan baru tersebut diambil karena pencetakan guru yang tersendat. Harus ada terobosan dengan double job tersebut. "Kalau sekarang sudah jadi guru matematika, maka guru tersebut bisa kuliah lagi dengan 20 Sistem Kredit Semester (SKS) untuk belajar fisika," tegasnya.
Pada prinsipnya, terang Syawal, komposisi jumlah guru dibandingkan dengan jumlah siswa di Indonesia itu sudah tergolong lebih dari cukup, yakni 1 guru:18 siswa. Di negara lain pun paling 1:20 atau 1:24, jadi di Indonesia itu sudah sangat mewah sekali.
"Dengan jumlah guru yang berlimpah tersebut, jika tidak diatur distribusinya, maka kemungkinan seorang guru dapat memenuhi target jam mengajar sesuai dengan Permendiknas No 39/2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan, yakni 24 jam dalam seminggu akan sulit tercapai," katanya.
Baginya, dengan pola yang ada sekarang paling hanya 60 persen saja yang dapat mencapai target 24 jam mengajar dalam seminggu dan hanya 60 persen dari 2,7 juta guru saja yang akan mendapatkan tunjangan profesi. Pemerintah memang merencanakan redistribusi guru ini yang akan didukung dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) lima menteri. Antara lain, Mendiknas, Mendag, Mendagri, MenPAN/RB dan Menkeu. "Namun dalam proses koordinasinya, Kemendiknas akan bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan MenPAN/RB,� imbuhnya. (cdl)
source : jpnn.com
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Peningkatan Mutu Pendidikan (BPSDMP dan PMP) Syawal Gultom mengatakan, harus ada penataan guru secara efektif. Karenanya, diambil keputusan mengizinkan pahlawan tanpa tanda jasa tersebut untuk mengajar di beda jenjang dan mapel. "Misalkan guru studi matematika dapat diberdayakan di fisika atau kimia. Atau guru bahasa Indonesia ke bahasa Inggris," ungkap Syawal di Jakarta.
Mantan rektor Unimed ini menjelaskan, kebijakan baru tersebut diambil karena pencetakan guru yang tersendat. Harus ada terobosan dengan double job tersebut. "Kalau sekarang sudah jadi guru matematika, maka guru tersebut bisa kuliah lagi dengan 20 Sistem Kredit Semester (SKS) untuk belajar fisika," tegasnya.
Pada prinsipnya, terang Syawal, komposisi jumlah guru dibandingkan dengan jumlah siswa di Indonesia itu sudah tergolong lebih dari cukup, yakni 1 guru:18 siswa. Di negara lain pun paling 1:20 atau 1:24, jadi di Indonesia itu sudah sangat mewah sekali.
"Dengan jumlah guru yang berlimpah tersebut, jika tidak diatur distribusinya, maka kemungkinan seorang guru dapat memenuhi target jam mengajar sesuai dengan Permendiknas No 39/2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan, yakni 24 jam dalam seminggu akan sulit tercapai," katanya.
Baginya, dengan pola yang ada sekarang paling hanya 60 persen saja yang dapat mencapai target 24 jam mengajar dalam seminggu dan hanya 60 persen dari 2,7 juta guru saja yang akan mendapatkan tunjangan profesi. Pemerintah memang merencanakan redistribusi guru ini yang akan didukung dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) lima menteri. Antara lain, Mendiknas, Mendag, Mendagri, MenPAN/RB dan Menkeu. "Namun dalam proses koordinasinya, Kemendiknas akan bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan MenPAN/RB,� imbuhnya. (cdl)
source : jpnn.com
0 komentar:
Posting Komentar